BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Bila kita
menelusuri jejak filsafat dalam dunia Islam kita akan temukan beberapa tokoh
penting muslim yang terkenal sebagai seorang filosof tidak hanya dalam dunia
Islam tapi juga dunia secara umum. Itu karena filsafat adalah sebuah bidang
ilmu tidak hanya dibahas oleh orang-orang yang Bergama Islam saja. Diantara
para filosof muslim yang terkenal itu ada sosok Ibnu Rusyd yang namanya sangat
terkenal hingga ke Barat sana. Bahkan disebutkan bahwa Barat modern sekarang
harus berterima kasih kepada sosok filosof muslim yang satu ini atas jasanya
luar biasa di bidang filsafat bagi kemajuan ilmu pengetahuan barat yang membawa
barat ke era kemajuan teknologi seperti yang bisa disaksikan seperti dewasa
ini.
B.
Rumusan Masalah
Untuk mengenal
sosok Ibnu Rusyd ini insya Allah kami akan bahas dalam makalah kami ini dengan
beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Siapakah
Ibnu Rusyd?
2.
Bagaimanakah
pemikiran filsafat dan karya-karyanya?
3.
Bagaimanakah
bisa ia dapat disebut sebagai orang yang paling berjasa bagi kemajuan barat di
era abad pertengahan?
C.
Tujuan Pembahasan
Setelah melihat
kepada beberapa rumusan masalah di atas dapat kita simpulkan beberapa tujuan
dari pembahasan makalah ini yaitu:
1.
Kita
akan mengetahui biografi singkat seorang Ibnu Rusyd yang berhasil direkam oleh
sejarah.
2.
Kita
juga akan mengetahui seperti apakah corak pemikirannya di bidang filsafat dan
akidah Islam.
3.
Kita
juga akan mengetahui sumbangsih terbesarnya bagi peradaban Barat di masa abad
pertengahan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Ibnu Rusyd
Nama asli
beliau adalah Muhammad bin Ahmad bin Rusyd[1].
Memiliki kun-yah Abu Walid dan diberi gelar Al-Qodhiy karena beliau
pernah berprofesi sebagai seorang qodhiy (hakim) dan juga Al-Qurthubiy yang
artinya orang asli Kordoba. Orang-orang lebih mengenal beliau dengan Ibnu Rusyd
( ابن رشد ) yang bila lihat pada nasab beliau di atas
nama Rusyd adalah nama dari kakek beliau. Sementara itu di dunia Barat beliau
memiliki nama latin Averroes[2].
Beliau lahir dan
tumbuh di Kordoba/ Cordova قرطبة Andalusia (Spanyol) pada masa kekuasaaan
dinasti Umayyah II pada tahun 1126/520H. Beliau dilhairkan dalam sebuah
keluarga pencinta ilmu yang terkenal di kota Kordoba saat itu. Ayah beliau
seorang ahli hukum dalam madzhab Maliki dan bekerja sebagai qodhi/ hakim di
pengadilan kota Kordoba saat itu.
Berada dalam
lingkungan keluarga yang cinta ilmu pengetahuan, ditambah dengan banyaknya
perbendaharaan buku yang terdapat dalam perpustakaan yang dimiliki Kordoba
menyamai perpustakaan yang ada di Baghdad, membuat Ibnu Rusyd berpeluang besar
mendapatkan kesempatan untuk menuntut ilmu dalam pelbagai bidang pengetahuan
seperti sastra, hukum, teologi, filsafat, astonomi dan kedokteran.
Disebutkan
bahwa beliau belajar hadits kepada Abul Qosim, Abu Marwan bin Massarat dan Abu
Abdullah. Beliau juga belajar fikih selain kepada ayahnya sendiri juga kepada
Hafidz Abu Muhammad bin Razaq, belajar filsafat dan teologi kepada Ibnu Thufail,
belajar kedokteran kepada Abu Ja’far Harun dan Abu Marwan ibnu Jarbun
al-Balansi. Kegemarannya terhadap ilmu pengetahuan sukar dicari bandingannya.
Diriwayatkan bahwa Ibnu Rusyd semenjak kecil hingga tuanya tidak pernah
melewatkan malam hari tanpa membaca dan menelaah buku-buku, kecuali dua malam
saja; malam ketika ayahnya meninggal dan malam pernikahannya.
Karena menonjol
di bidang hukum Islam, kedokteran dan filsafat, Ibnu Rusyd semasa hidupnya pernah
menjabat jabatan penting. Oleh Khalifah pertama dinasti Muwahhidun Abdul Mun’im
yang berhasil merebut Andalusia dan Afrika Utara, pada tahun 1153 Ibnu Rusyd
dipanggil ke Marakesh/Maroko/Maghribi untuk mengurusi lembaga pendidikan dan
sekolah yang dibangun oleh khalifah.
Pada tahun 1169
dengan rekomendasi Ibnu Tuhfail guru beliau di bidang filsafat (wafat 185), beliau
diangkat menjadi qodhi/ hakim di kota Sevilla namun kemudian dipindahtugaskan menjadi
hakim agung (qodhi qudhat) ke Kordoba tahun 1171[3].
Karena suatu hal beliau dihukum pemerintah dengan cara diasingkan ke Lucena/Alisanah[4]
dekat Kordoba. Namun ketika pemerintahan sudah dipegang oleh Abu Ya’kub pada
tahun 1182 beliau diampuni dan dipanggil kembali ke istana di Maroko untuk menjadi dokter pribadi khalifah. Beliau wafat
pada tahun 1198 M/ 595 H dalam usia 72 tahun[5].
Jenazah beliau dikembalikan ke Andalusia dan dimakamkan di sana.
Ibnu Rusyd
selama hidupnya terkenal sebagai seorang ilmuwan, dokter, hakim, filosof, yang
rasionalis dalam beragama. Khusus dalam bidang kedokteran beliau dicatat
sebagai perintis ilmu jaringan tubuh dan berjasa dalam bidang penelitian
pembuluh darah dan penyakit cacar. Di Barat, beliau dikenal sebagai pensyarah/
pengomentar karya-karya filosof Yunani terkenal Aristoteles (384-322 SM).
B.
Pemikiran dan Karya Ibnu Rusyd
Meskipun Ibnu
Rusyd adalah seorang yang cerdas yang menguasai banyak bidang pengetahuan, akan
tetapi beliau menjadi sangat menonjol di bidang filsafat. Terlebih ketika
beliau melakukan syarah atas karya-karya filosof Yunani terkenal Aristoteles
atas perintah sultan. Beliau memanfaatkan masa-masa ketika mendapatkan jabatan
di pemerintahan untuk mengkaji filsafat Aristoteles dengan lebih leluasa. Akan
tetapi pada suatu masa dalam karir beliau, karena pemikiran filsafat beliaulah,
beliau kemudian dituduh telah menyimpang dari ajaran akidah Islam dan akhirnya
dihukum diasingkan ke kota Lucena, dan buku-buku beliau tentang filsafat secara
umum dan Aristoteles secara khusus dimusnahkan.
Di antara
pemikiran filsafat Ibnu Rusyd yang bisa dicatatkan adalah:
1.
Bahwa
filsafat/ rasionalitas adalah tidak bertentangan dengan agama Islam[6].
Bahwa Islam sendiri memerintahkan umat Islam untuk berfilsafat karena filsafat
sejatinya hanyalah penggunaan nalar berpikir dengan lebih mendalam. Bahkan ia
bisa berjalan secara harmoni (bersama walau tidak sama). Rasionalitas juga
dapat membuktikan keberadaan Tuhan yang wahdatul wujud. Meskipun
tergolong seorang rasionalis (selalu berargumen dengan akal) Ibnu Rusyd
bukanlah seorang free-thinker (bebas berpendapat) yang menyebabkan argument
akalnya keluar dari dogma-dogma keimanan Islam.
2.
Syariat
mewajibkan berdalil dengan akal terhadap benda-benda yang mawjud (ada)[7].
3.
Tidak
mungkin satu orang mengetahui semua ilmu pengetahuan[8].
4.
Mustahil
ada dalil ijmak atas suatu hal hingga derajat yakin. Yang ada hanya sampai
derajat zhonniy[9].
5.
Allah
mengetahui segala juziyyat berbeda dengan pengetahuan manusia. Dimana manusia
mengetahui setelah terjadinya sedangkan Allah mengetahui sebelum diadakannya
karena Allah sendiri lah yang mengadakannya.
6.
Perbedaan
pendapat antara filosof dan mutakallimun tentang qodim dan hudutsnya alam
adalah hanya di penamaan semata. Dimana para filosof memaknai huduts adalah
sesuatu yang berubah dari sesuatu yang sudah lebih dulu ada. Hanya penampakan
saja yang berubah. Sementara para mutakallimun mengatakan bahwa arti huduts
adalah sesuatu yang ada setelah sebelumnya tidak ada[10].
Jadi ketika disebut para filosof bahwa alam adalah qodim maksudnya bahwa
benda-benda di alam wujud hasil perubahan dari wujud yang sebelumnya.
7.
Filsafat
juga diperlukan dalam menelurkan penafsiran Alquran dan pentakwilkan. Bila ada
ayat yang secara zahir bertentangan dengan akal maka harus ditakwilkan. Terutama
oleh mereka yang tergolong ahli fikir. Sementara oleh orang awam dan orang
pendebat maka takwil tidak diperlukan karena bisa membawa mereka kepada
kekufuran. Tafsir semacam ini adalah contoh perpaduan antara agama dan filsafat[11].
8.
Allah
adalah penggerak utama alam ini. Maksudnya dalam terwujudnya sesuatu di dunia
ini berlaku hukum kausalitas dimana sesuatu terjadi karena diawali oleh
sebab-sebab yang mendahuluinya dan “sebab” pertama adalah Allah itu sendiri
yang menciptakan materi-materi di alam serta hukum alam. Allah tidak
menciptakan semua yang terjadi. Materi-materi lah yang menciptakan sesuatu yang
baru. Allah hanya menciptakan materi pertama saja yang melahirkan materi
selanjutnya dan berterusan dan berjalan dengan hukum alam/ kausalitas. Di sini
Ibnu Ruysd terpengaruh Aristoteles, Potinus, Alfarabi dan Ibnu Sina. Pendapat
ini jelas bertentangan dengan paham ahlus sunnah wal jama’ah yang mengatakan
Allah menicptakan segala sesuatunya.
9.
Kebangkitan
di hari akhir bukanlah dengan jasmani tetapi rohani saja. Ini berbeda dengan
pendapat ahlus sunnah wal jama’ah yang mengatakan bahwa kebangkitan di hari
akhir adalah dengan kebangkitan jasmani dan rohani.
10.
Alam
ciptaan Allah ini juga azali (tidak ada permulaan). Tapi azalinya alam beda
dengan azalinya Allah. Pendapat ini bertentangan dengan pendapat ahlus sunnah
wal jama’ah bahwa yang azali hanya Allah swt. Alam memiliki awal dan yang
memulainya/ menciptakannya adalah Allah.
11.
Dalam
hal sifat Allah, Ibnu Rusyd menggunakan prinsip tasybih dan tanzih. Tasybih:
sifat positif dan sempurna bagi Allah dan tanzih: berbedanya Allah dari selain
Nya.
12.
Dalam
hal moral, Ibnu Rusyd sepakat dengan teori Plato yang mengatakan bahwa manusia adalah makhluk
sosial yang membutuhkan kerjasama untuk memenuhi keperluan hidup dan mencapai
kebahagiaan. Untuk itu diperlukan adanya agama yang meletakkan dasar-dasar
keutamaan akhlak yang praktis, dan memerlukan adanya filsafat untuk mengerjakan
keutamaan teoritis.
Seorang sarjana
Perancis, Ernest Renan mengatakan bahwa ada sekitar 78 karya Ibnu Rusyd yang
terdapat di perpustakaan di Madrid Spanyol dengan rincian: 28 buku dalam bidang
filsafat (kebanyakan adalah syarah/komentar atas karya-karya Aristoteles), 20
judul dalam bidang kedokteran, 8 judul dalam bidang fikih, 5 judul dalam bidang
ilmu kalam, 4 judul dalam bidang astronomi, 2 judul dalam bidang sastra arab,
dan 11 judul dalam bidang yang lain-lain. Hampir semua dari buku-buku itu
adalah terjemahan berbahasa Ibrani dan latin. Karena buku-buku asli beliau yang
berbahasa Arab hampir semuanya telah dimusnahkan oleh pemerintah saat itu. sejumlah
karya Ibnu Rusyd hingga sekarang masih disimpan rapi di dalam perpustakaan
Escurial di Madrid, Spanyol.
Berikut adalah
karya-karya Ibnu Rusyd yang paling terkenal antara lain:
1.
Fashlul
Maqol fi ma baina Syariah wal Ilmah min ittishol. Pada dasarnya kitab ini berbicara tentang hubungan antara akal
dan wahyu. Bertentangan atau tidak keduanya? Oleh Ibnu Rusyd dikatakan bahwa
keduanya tidaklah bertentangan.
2.
Tahaafut
at Tahaafut yang diartikan
kerancuan dari buku Tahaafut. Di buku ini Ibnu Rusyd mencoba menjawab
tuduhan Imam Al-Gazali yang hidup seratus tahun sebelum beliau, yang menyerang
para filosof dalam bukunya Tahaafut al Falasifah (Kerancuan para
Filosof). Di buku ini sekaligus Ibnu Rusyd mencoba meredam para filosof agar
terjatuh dalam kesesatan karena kekeliruan dalam menggunakan filsafat untuk
kebebasan berfikir yang bablas, seperti kritik beliau kepada Ibnu Sina dan
Farabi yang tergolong filosof muslim aliran neo platonisme.
3.
Bidayatul
Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid.
Ini adalah karya Ibnu Rusyd di bidang Fikih. Beliau mencoba menganalisa dan
membandingkan ragam pendapat di antara madzhab-madzhab fikih yang terkenal
seperti Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali.
4.
Kulliiyat
fit Thibb. Ini karya Ibnu Rusyd di bidang
kedokteran. Semacam ensiklopedi kedokteran yang berisi prinsip-prinsip umum
yang diadopsi dalam ilmu kedokteran dan kesehatan. Terdiri dari tujuh jilid
buku dengan tema-tema yang berhubungan dengan anatomi, fisiologi, patologi
umum, diagnosis, materia medika, kesehatan dan terapi umum. Di Barat buku ini
diterjemahkan menjadi General Rules of Medicine.
5.
Kasyf
‘an Manahijil Adillah fi Aqoidil Millah.
Ini karya Ibnu Rusyd di bidang teologi ilmu kalam. Dimana beliau memberikan
penjelasan perihal metodologi para mutakallimun
dan filosof dalam perkara akidah keyakinan beragama.
6.
Ad
dharuriy fis Siyasah. Sebuah buku
tentang politik dimana Ibnu Rusyd melakukan ringkasan atas karya Plato berjudul
Republic.
C.
Ibnu Rusyd di Mata Sarjanawan Barat
Abad sepuluh
hingga dua belas di dunia Islam adalah masa-masa keemasan bagi perkembangan
ilmu pengetahuan. Khilafah Abbasiyah sangat mendukung sekali perkembangan ilmu
dan pengetahuan. Perpustakaan Baghdad menyimpan banyak sekali buku-buku
karangan para ulama dan ilmuwan tak terkecuali karangan-karangan para filosof yang
berasal dari Yunani. Pemerintah Abbasiyah juga menggalakkan penerjemahan
besar-besaran terhadap karya-karya warisan intelektual ilmuwan Yunani seperti
Aristoteles, Plato, Phytagoras, Socrates, Euclides, dan lain-lain.
Ketika
balatentara Mongol pimpinan Hulagu Khan membumiratakan Baghdad ibukota Daulah
Abbasiyah pada tahun 1258 semua buku-buku perpustakaan karya-karya intelektual
para ilmuwan besar dibuang ke sungai Eufrat. Untungnya Daulah Umayyah II yang
memisahkan diri dari Daulah Abbasiyah telah lama mengimpor lebih dulu buku-buku
dari Baghdad untuk memenuhi perpustakaan kota Kordoba hingga dapat menyamai
kelengkapan dan kebesaran perpustakaan di Baghdad. Kordoba menjadi salah satu
kota metropolitan yang bisa disejajarkan dengan Baghdad, Alexandria dan Roma.
Pada masa itu ramai
para raja di Eropa mengirimkan anak negeri mereka menuntut ilmu ke
universitas-universitas di Kordoba. Itulah awal mula transfer ilmu pengetahuan
dari dunia Islam ke dunia Barat. Barat mengambil ilmu pengetahuan seperti
fisika, matematika, kimia, astronomi, filsafat, kedokteran dan banyak lainnya
dari Kordoba dan ini berlangsung berterusan meskipun pemerintah yang berkuasa
saat itu berganti-ganti. Lewat jembatan ilmu ini jualah Eropa mendapatkan
kembali warisan intelektual dari para filosof Yunani yang kemudian menjadi jalan
bagi Eropa menggapai pencerahan dan melek peradaban di abad-abad selanjutnya (Renaissance).
Tanpa jasa peradaban Islam di masa itu, Barat tidak akan menggapai peradaban
yang tinggi seperti sekarang.
Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa Ibnu
Rusyd dikenal oleh para sarjanawan Barat sebagai pensyarah / pengomentar
karya-karya Aristoteles. Dante seorang sarjanawan Barat menggelari Ibnu Rusyd
dengan kata “Great Comentator”[12].
Awalnya tugas mengulas karya Aristoteles diamanahkan kepada guru filsafatnya
Ibnu Rusyd bernama Ibnu Thufail oleh khalifah Dinasti Muwahhidah yang menguasai
Kordoba bernama Abu Ya’kub. Tetapi Ibnu Thufail merasa tidak sanggup karena
sudah tua. Lalu mendelegasikannya kepada Ibnu Rusyd muridnya yang dilihatnya
amat cerdas. Ibnu Rusyd pun melakukan ulasan kepada karya Aristoteles yang
sudah lebih dulu diterjemahkan oleh para sarjanawan Baghdad karena memang Ibnu
Rusyd tidak paham bahasa Yunani. Ia melakukan komentar dan mencoba memurnikan
pemikiran asli Aristoteles dari pengaruh pemikiran Platonisme yang telah
dilakukan oleh para filosof Iskandariah.
Dalam rentang
waktu antara tahun 1169-1195 lah Ibnu Rusyd mulai melakukan ulasan atas
karya-karya Aristoteles seperti De Organon, De Anima, Phiysica, Metapisica, De
Partibus Animilia, Parna Naturalisi, Metodologica, Rhetorica, dan Nichomachean
Ethick. Ulasan Ibnu Rusyd di sini memiliki tiga macam: ringkasan (jami’),
komentar sedang (talkhish) dan sangat detail (syarah)[13].
Dikarenakan karya-karya Aristoteles yang beliau terima adalah hasil terjemahan
dari para sarjanawan sebelumnya yang barangkali masih kurang memahami filsafat
Aristoteles ditambah lagi bahwa filsafat Aristoteles yang datang kepada beliau
adalah dari aliran filosof-filosof Iskandariah dan Neo Platonisme (Ibnu Sina,
Al Farabi dkk)[14],
maka beliau melakukan usaha keras memurnikan pemikiran Aristoteles ini.
Apa yang telah
dilakukan Ibnu Rusyd adalah menjembatani orang-orang Barat dalam mempelajari
kembali filsafat Yunani secara orisinil setelah terkubur lama di abad
pertengahan. Raja Frederick II di Eropa yang tertarik dengan Ibnu Rusyd
membantu penerjemahan karya Ibnu Rusyd di benua Eropa.
Seiring dengan
upaya memurnikan pemikiran Aristoteles inilah Ibnu Rusyd tidak sekedar
menghadirkan kembali pemikiran Aristoteles secara lengkap, tapi juga
menampilkan corak pemikirannya sendiri yang berbeda dengan pemikiran
Aristoteles yang dikaguminya. Pemikiran filsafatnya ini dikenal dengan
Aveorisme. Filsafatnya ini berpengaruh besar pada fase-fase tertentu pemikiran
di Barat dalam rentang waktu 1200-1650 dengan munculnya gerakan Aveoris yang
berusaha mengembangkan pemikiran-pemikiran Ibnu Rusyd di Eropa.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Nama
asli Ibnu Rusyd adalah Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd, lahir di
Kordoba Andalusia (Spanyol) pada tahun 1126 M.
2.
Beliau
adalah seorang ilmuwan, filosof, dokter dan ahli hukum terkenal di zamannya dan
pernah menjabat jabatan penting sebagai dokter sultan dan hakim agung.
3.
Beliau
di Barat dikenal dengan nama Averrous sebagai pengulas karya-karya Aristoteles.
Karenanya lebih dikenal baik oleh dunia Barat ketimbang oleh dunia Islam
sendiri. di dunia Islam namanya dimasukkan dalam jajaran para filosof muslim
yang paling menonjol dalam perkembangan filsafat Islam mencapai puncaknya
(700-1200 M).
4.
Meskipun
amat mengagumi Aristoteles tetapi beliau memiliki corak pemikiran filsafat sendiri
yang diberinama Averroisme yang dicatat sejarah Barat sebagai faktor yang hidup
dalam pemikiran Eropa hingga kelahiran ilmu pengetahuan eksperimental modern.
5.
Dalam
kehidupan beragama beliau diketahui sebagai seorang rasionalis yang selalu menggunakan
akal dalam mempertimbangkan segala sesuatunya. Akan tetapi beliau tetap berada
dalam koridor batas-batas nash nash agama.
6.
Karena
pemikirannya beliau pernah ditangkap dan dihukum dalam pengasingan sebelum
kemudian diberi ampunan.
7.
Beliau
wafat di Maroko tahun 1198 M dan dikebumikan di Andalusia.
REFERENSI
Muhammad bin Ahmad bin Rusyd, Abu
Walid, Fashlul Maqol fi ma baina Syariah wal Ilmah min ittishol, format
PDF tanpa penerbit dan tahun.
Daudy, Ahmad, Kuliah Filsafat
Islam, (Bulan Bintang, Jakarta, 1986)
Hanafi, Ahmad, Pengantar Filsafat
Islam, (Bulan Bintang, Jakarta, 1969)
Dasoeki, Thawil Akhyar, Sebuah
Kompilasi Filsafat Islam, (Semarang; Dina Utama Semarang, 1993)
Hamdi, Ahmad Zainul, Tujuh Filsuf
Muslim: Membuka Pintu Gerbang Filsafat Barat Modern, (Pustaka Pesantren,
Yogyakarta, 2004)
Kertanegara, Mulyadi, Mozaik
Khazanah Islam: Bunga Rampai dari Chicago, (Paramadina, Jakarta, 2000)
www.wikipedia.com
forum.kompas.com/teras/237905-mengenal-imuan-islam-ibnu-rushd-averroes.html
www.cahayasiroh.com/template/tokoh/108-biografi-ibnu-rusyd-
[1] Dari referensi
lain didapat ragam silsilah keturunan beliau: Muhammad bin Ahmad bin Muhammad
bin Rusyd. Jadi kata Rusyd adalah nama kakek buyut beliau.
[3] Ahmad Daudy,
Kuliah Filsafat Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1986, hal. 154.
[4] A. Hanafi,
Pengantar Filsafat Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1969, hal 178
[5] Thawil Akhyar
Dasoeki, Sebuah Kompilasi Filsafat Islam, (Semarang; Dina Utama Semarang,
1993), h.86
[7] Ibnu Rusyd, Fashlul
… hal 4
[8] Ibnu Rusyd, Fashlul
… hal. 5
[9] Ibnu Rusyd, Fashlul
… hal. 6
[10] Ibnu Rusyd, Fashlul
… hal. 10
[11] Ibnu Rusyd, Fashlul
… hal. 15
[12] Ahmad Zainul
Hamdi, Tujuh
Filsuf Muslim: Membuka Pintu Gerbang Filsafat Barat Modern, Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2004, hal. 191
[13] Ahmad Zainul
Hamdi, Tujuh … hal. 192
[14] Mulyadi
Kertanegara, Mozaik Khazanah Islam: Bunga Rampai dari
Chicago, Jakarta: Paramadina, 2000, hal. 48.
No comments:
Post a Comment