Friday, December 26, 2014

Keadilan Tuhan menurut Syaikh Yusuf Qorodhowi dalam salah satu fatwanya



http://www.qaradawi.net/new/all-fatawa/1633-2012-01-01-11-43-47

السؤال:
أَعْرِضُ عَلَيْكُمْ مُشْكِلَةً حَدَثَتْ لِيْ مُنْذُ أَيَّامٍ . فَقَدْ وَسْوَسَ الشَّيْطَانُ فِيْ نَفْسِيْ وَصَارَ يَعْرِضُ فِيْ أَفْكَارِيْ صُوَرًا شَتَّى تَدُوْرُ حَوْلَ الشَّكِّ فِيْ الْعَدَالَةِ اْلإِلَهِيَّةِ، وَتَسَاءَلْتُ: لِمَاذَا يُغْنِي اللهُ بَعْضَ النَّاسِ وَيُفْقِرُ بَعْضَهُمْ الْآخَرَ ؟ مِمَّا جَعَلَنِيْ أَتَرَدَّدُ فِيْ ضَلَالٍ وَحِيْرَةٍ ... وَتَرَكْتُ الصَّلَاةَ ... وَأّخِيْرًا أّفَقْتُ إِلَى نَفْسِيْ ... وَعَذَّبَنِيْ ضَمِيْرِيْ ... وَلَا زِلْتُ فِيْ أَلَمِ نَفْسِيْ وَرَيْبٍ خَلَفَتْهُ تِلْكَ الْوَسَاوِسُ وَالْأَفْكَارُ .. فَمَا حِيْلَتِيْ لِاِسْتِرْدَادِ الثِّقَةِ وَالْيَقِيْنِ، وَطَرْدِ هَمَزَاتِ الشَّيْطَانِ الّلَعِيْنِ
Pertanyaan:
Akan kupaparkan permasalahan yang kuhadapi dalam beberapa hari ini. Sungguh setan telah mengganggu dalam jiwaku sehingga muncullah dalam pikiranku sebuah gambaran yang perihal meragukan keadilan Allah swt. aku pun bertanya-tanya: kenapa Allah mengkayakan sebagian orang dan membuat miskin sebagian orang lain. Hal itu telah membuatku dalam kebimbangan dan kebingungan. Hingga hingga aku meninggalkan solat. Hingga akhirnya aku sadar. Hati kecilku memberontak. Akan tetapi aku masih  sakit hati yang disebabkan oleh waswas setan dan pemikiran pemikiran seperti itu.
Apakah caraku agar aku bisa mengembalikan kembali kepercayaan diri dan keyakinan dalam hati dan membuang semua bisikan bisikan setan yang terkutuk itu?


الجواب:
اَلْحَمْدُ لِلهِ ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللِه، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ، وَمَنِ اتَّبَعَهُ إِلَى يَوْمِ الدّيْنِ، وَبَعْدُ
اَلْمُؤْمِنُ، قَدْ تَعْرِضُ لَهُ وَسَاوِسُ، وَقَدْ تَهْجِسُ فِيْ نَفْسِهِ هَوَاجِسُ، وَلَكِنَّهُ إِذَا كَانَ صَاحِبَ إِيْمَانٍ وَيَقِيْنٍ وَكاَنَ مُوَفَّقًا مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، سُرْعَانُ مَا تَزُوْلُ تِلْكَ الْوَسَاوِسُ وَتَخْتَفِيْ الْهَوَاجِسُ، وَيَعُوْدُ إلِيْهِ مَنْطِقُ الْإِيْمَانِ وَنُوْرُ الْعَقِيْدَةِ الْقَوِيْمَةِ ... وَالْاِطْمِئْنَانِ
Jawaban:
Amma ba’du
Seorang beriman terkadang didatangi oleh was was dan bisikan setan. Akan tetapi selama orang beriiman itu memiliki keimanan dan keyakinan mestilah ia akan mendapat bantuan dari Allah swt, sehingga hilanglah dengan cepat semua was was itu, kembali lah kepadanya logika keimanan dan cahaya akidah yang mantap dan menenteramkan.
هَذَا الشَّابُ، حِيْنَ عَرَضَتْ لَهُ تِلْكَ الْوَسَاوِسُ، بَنَاهَا عَلىَ خَطَأَيْنِ كَبِيْرَيْنِ
Pemuda ini. Ketika datang kepadanya was was, ia malah membangun was was itu di atas dua kesalahan yang besar:
اَلْأَوَّلُ: هُوَ اِعْتِقَادُهُ أَنَّ الْغِنَى الْمَادِّيَ هُوَ كُلُّ شَيْءٍ أَوْ أَعْظَمَ شَيْءٍ فِيْ هَذِهِ الْحَيَاةِ وَأَنَّ الْعَدْلَ يَقْتَضِيْ أَنْ يُسَوِّيَ اللهُ بَيْنَ النَّاسِ، فِيْ الْفَقْرِ وَالْغِنَى، وَفِي الْمَالِ وَالثَّرْوَةِ وَهَذَا هُوَ الْخَطَأُ اْلأَوَّلُ.
Yang pertama: bahwa keyakinannya bahwa kekayaaan materi adalah segalanya atau sesuatu yang dianggap luar biasa di dalam hidup ini. Ia juga meyakini bahwa keadilan mestilah dalam arti Allah menyamaratakan di antara seluruh manusia. Baik itu kaya semua atau miskin semua dalam perkara harta dan kekayaan. Ini adalah kesalahan pertama dari si pemuda yang bertanya ini.
 وَلْيَعْلَمْ ذَلِكَ الْأَخُ أَنَّ الْمَالَ لَيْسَ هُوَ كُلُّ شَيْءٍ فِي هَذِهِ الْحَيَاةِ، كَلَّا ... فَكَمْ مِنَ الْأَغْنِيَاءِ يَعُوْزُهُمُ الذَّكَاءُ، أَوْ تَعُوْزُهُمُ الْحِكْمَةُ، أَوْ تَعُوْزُهُمُ الصِّحَّةُ، وَالْعَافِيَةُ، أَوْ تَعُوْزُهُمُ الْأُسْرَةُ الْهَنِيْئَةُ، أَوْ يَعُوْزُهُمُ الْوَلَدُ، وَإِذَا كَانَ عِنْدَهُمُ الْوَلَدُ يَعُوْزُهُمُ اْلوَلَدُ الْبَارُّ، وَالزَّوْجَةُ الصَّالِحَةُ ... يَعُوْزُهُمْ أَشْيَاءُ كَثِيْرَةٌ. كَثِيْرٌ مِنَ الأغنِيَاءِ أَصْحَابُ الْمَلَايِيْنِ، يَشْتَهُوْنَ أَنْ يَأْكُلُوْا كَمَا يَأْكُلُ فَقِيْرٌ لَا يَمْلِكُ إِلَّا دُرَيْهَمَاتٍ مَعْدُوْدَةً، قَدْ حَرَّمَ عَلَيْهِمُ اْلأَطِبَّاءُ أَنْ يَأْكُلُوْا الدُّهْنِيَّاتِ أَوِ السُّكَّرِيَّاتِ، أَوْ غَيْرِ ذَلِكَ، وَعِنْدَهُ الْخَزَائِنُ تَمُوْجُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةَ . مَاذَا يَصْنَعُ بِهَذِهِ الْخَزَائِنِ ؟
Hendaklah pemuda itu mengetahui bahwa harta bukanlah segalah sesuatu yang ada di dunia ini. Bukan… betapa banayk orang yang kaya akan tetapi mereka tiddak mendapatkan kepandaian, kecerdasan, kesehatan, keselamatan, keluarga yang damai, anak keturunan, keturunan yang berbakti, atau mendapatkan istri yang solehah. Orang-orang kaya itu banyak tidak mendapatkan apa-apa sementara mereka adalah orang kaya.
Banyak orang yang kaya yang mempunyai uang bermilyar milyar, sangat berkeinginan dapat makan seperti makannya orang miskin yang tidak banyak mempunyai uang, di saat para dokter telah melarang mereka untuk  menyantap makanan makanan berkabohidrat dan bergula dans ebagainya. Padahal mereka memiliki berlemari-lemari emas dan perak. Apa yang ia perbuat dengan lemari lemari itu?
 وَهَبْ أَنَّهُ كَانَ صَحِيْحًا، هَلْ يَمْلِكُ أَنْ يَّأكُلَ أَكْثَرَ مِنْ مَلْءِ بَطْنِهِ؟ وَمَا الْبَطَنُ، وَمَا الْمَعِدَةُ ؟ شِبْرٌ فِيْ شِبْرٍ ... أَوْ أَقَلُّ ... هَبْ أَنَّ اْلإِنْسَانَ عِنْدَهُ كَنْزٌ مِنَ النُّضَارِ فَهَلْ يَأْكُلُ الإِنْسَانُ النُّضَارَ ؟ وَهَلْ يَأْخُذُهُ مَعَهُ إِلَى الْقَبْرِ ؟ كَلَّا ...
Anggaplah orang kaya itu tidak sakit. Tapi apakah ia mampu memakan semua makanan hingga melebihi apa yang bisa ditampung oleh perutnya? Memangnya berapa besar perut atau lambung itu? paling  juga sekilan kali sekilan bahkan kurang dari itu.
Anggaplah lagi orang kaya itu memiliki simpanan berupa emas . lalu apakah manusia itu akan makan emas? Apakah ia akan membawanya serta ke dalam kuburnya kelak? Tidak.. tidak..

 إِنَّ الْمَالَ وَسِيْلَةٌ لِلْإِنْسَانِ. اَلَّذِيْ يَمْلِكُ مِنْهُ الْكَثِيْرُ، يَزِيْدُعَلَى غَيْرِهِ أَنَّهُ حَمَلَ مَسْئُوْلِيَّةَ أَكْبَرُ، وَسَيَكُوْنُ حِسَابُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْظَمَ (يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُوْنُ إِلَّا مَنْ أَتَى اللهُ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ) (الشعراء: 88، 89) " يَوْمَ لَا تَزُوْلُ قَدَمَاهُ . حَتَّى يَسْأَلُ عَنْ أَرْبَعٍ: عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَ أَفْنَاهُ ؟ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَ أَبْلاَهُ ؟ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اِكْتَسَبَهُ، وَفِيْمَ أَنْفَقَهُ ؟ وَعَنْ عِلْمِهِ مَاذَا عَمِلَ بِهِ ؟ ". (رواه الطبراني بإسناد صحيح عن معاذ بن جبل).
Harta sebenarnya adalah wasilah atau sarana. Orang yang mempunyai banyak harta berarti semakin besar tanggungjawabnya dan semakin besar pula hisabnya kelak di hari akhir.
“Di hari dimana harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” (QS As Syu’ara: 88-89) di hari dimana tidak akan tergelincir dua kakiknya kelak di jembatan shiroth kecuali ia terlebih dahulu ditanya empat perkara: tentang umurnya dimanakah ia habiskan? Tentang masa mudanya dimanakah ia habiskan? Tentang hartanya darimana kah ia dapat dan kemanakah ia habiskan? Tentang ilmunya apakah ia telah amalkan atau tidak? (HR Tabrani dari Muadz bin Jabal).

 لَيْسَ مِلْكُ الْمَالِ إِذَنْ هُوَ كُلُّ شَيْءٍ.. قَدْ يَمْلِكُ الْإِنْسَانُ أَشْيَاءَ أُخْرَى كَثِيْرَةً غَيْرَ اْلمَالِ ... وَهِيَ أَغْلَى مِنْهُ وَأَثْمَنُ وَالْإِنْسَانُ اْلمُتَعَجِّلُ، الْمُتَسَرِّعُ، السَّطْحِيُّ يَنْسَى النِّعَمَ الَّتِيْ أَنْعَمَ اللهُ بِهَا عَلَيْهِ، لَوْ عَدَّ الْإِنْسَانُ مَا يَمْلِكُ لَأَعْيَاهُ ذَلِكَ وَمَا اِسْتَطَاعَ أَنْ يُحْصِيْهِ: نِعْمَة َالْبَصَرِ ... كَمْ تُقَدِّرُهَا ؟ لَوْ قِيْلَ لَكَ: خُذْ كَذَا أَلفًا أَوْ مِلْيُوْنًا وَتَفْقِدُ بَصَرَكَ ... هَلْ تَرْضَى ؟!. وَالسَّمْعَ، وَالشّمَّ، وَالذَّوْقَ، اَلْأَنَامِلَ، اَلْأَسْنَانَ، اَلْأَجْهِزَةَ الَّتِيْ فِيْ دَاخِلِ جِسْمِكَ فَضْلاً عَنِ الذَّكَاءِ وَالنُّطْقِ، وَالْقُدْرَةِ عَلَى التَّعْبِيْرِ وَالْعَمَلِ وَالتَّصَرُّفِ ... وَغَيْرِ ذَلِكَ .
. لَوْ حَسِبَ الْإِنْسَانُ هَذِهِ الْأَشْيَاءَ وَالنِّعَمَ الّتِيْ يَمْلِكُهَا فِيْ جِسْمِهِ وَحْدَهُ وَأَمْكَنَهُ تَقْدِيْرُهَا وَإِحْصَاؤُهَا لَبَلَغَتْ مِئَاتُ الْمَلَايِيْنِ ... وَالْحَقِيْقَةُ أَنَّ تِلْكَ النِّعَمَ لَا تُقْدَرُ وَلَا تُحْصَى (وَإِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللِه لَا تُحْصُوْهَا). (إبراهيم: 34).
Jadi bukanlah memiliki harta adalah segalanya. Manusia terkdang memiliki banyak hal lain selain harta yang mana lebih berharga. Akan tetapi manusia itu terburu-buru, tergesa-gesa sehingga melupakan nikmat nikmat Allah yang telah dikaruniakan kepadanya. Andaikan ia menghitung apa yang telah ia miliki niscaya ia tidak akan mampu menghitungnya. Nikmat penglihatan. Berapakah harganya? Kalau ada yang berkata kepadamu: ku beri seribu pond atau sejuta pond, tapi kau menjadi tidak melihat, mau kah kamu hal itu terjadi? Nikmat pendengaran, nikmat penciuman, nikmat pengrasa, jari jemari, gigi-gigi, dan organ tubuh yang terdapat di dalam tubuhmu, terlebih-lebih lagi nikmat kecerdasan, nikmat  berpikir, nikmat mampu dalam mengungkapkan sesuatu, nikmat bekerja dan berusaha… dan lain sebagainya.
Jikalau manusia menghitung hal hali ini semua juga nikmat nikmat lain yang dimiliki tubuhnya saja, mungkin saja ia akan mendapatkan harganya mencapai ratusan juta pond … walaupun sebenarnya nikmat nikmat itu tidak ada bisa dibilang harganya dan takkan bisa terhitung. “jika kalian ingin menghitun nikmat Allah, kalian tidak akan bisa”. (QS Ibrahim: 34).

 وَلَكِنَّ النَّظَرَ فِي الْمَادَّةِ وَحْدَهَا هُوَ الَّذِيْ يَجْعَلُ اْلإِنْسَانَ يُخْطِئُ الْخَطَأَ الْكَبِيْرَ، فَتَنَتَابَهُ الْوَسَاوِسُ وَالْهَوَاجِسُ الْمُؤْلِمَةُ. ثُمَّ هَلْ يَعْتَقِدُ هَذَا الْأَخُ السَّائِلُ، أَنَّ الْحِكْمَةَ فِيْ التَّسْوِيَّةِ بَيْنَ النَّاسِ ؟ هَلِ الْحِكْمَةُ أَنْ يَكُوْنَ النَّاسُ سَوَاءٌ ؟. لَا وَاللهِ ... لَيْسَتْ هَذِهِ هِيَ الْحِكْمَةُ. لَيْسَ مِنَ الْحِكْمَةِ فِي شَيْءٍ أَنْ يَسْتَوِيَ النَّاسُ كُلُّهُمْ. إِنَّمَا الْحِكْمَةُ فِيْ هَذَا التَّبَايُنُ، لِيَظْهَرَ الْاِبْتِلَاءَ، وَيَتَحَقَّقُ اْلاِمْتِحَانَ . لِيَتَمَيَّزَ مَنْ يَشْكُرُ مِمَّنْ يَّكْفُرُ، وَمَنْ يَجْزَعُ مِمَّنْ يَصْبِرُ، وَمَنْ يَعْمَلُ صَالِحًا مِمَّنْ يَعْمَلُ غَيْرَ ذَلِكَ ...

Melihat kepada materi semata adalah hal yang membuat manusia jatuh dalam kesalahan yang besar. Hal itu ditambah dengan was was yang mengganggu. Kemudian apakah si penanya juga berkeyakinan bahwa hikmah Allah ketika sesuatu itu merata di antara semua manusia? Apakah maunya bahwa hikmah Allah mestilah berupa semua manusia harus sama satu sama lain?? Tidak demi Allah tidak. Bukanlah itu hiikmah Allah. Tidaklah bisa dikatakan hikmah Allah bila semua orang mendapatkan secara rata dalam suatu hal. Akan tetapi hikmah Allah dalam perbedan-perbedaan ini guna menampakkan ujian dan cobaan. Agar dapat membedakan siapakah yang syukur atas nikmat Allah dan siapakah yang kufur? Siapakah yang sabar siapakah yang tidak? Siapakah yang beramal kebaikan dan siapakah yang tidak.

 هَذِهِ هِيَ الْبُوْتَقَةُ الَتِيْ تَصْهَرُ فِيْهَا نَفْسُ الْإِنْسَانِ . هِذِهِ هِيَ الْحَيَاةُ ... مَيْدَانٌ لِلْجِهَادِ وَلِلْكِفَاحِ. لَوْ شَاءَ اللهُ لَخَلَقَ النَّاسَ أَجْسَادًا بِلَا طَعَامٍ ... لَا تَحْتَاجُ إِلَى أَكْلٍ وَلَا شُرْبٍ وَلَا تَحْتَاجُ إِلَى الْمَالِ، وَلَكِنَّ اللهَ رَكَّبَ فِي الْإِنْسَانَ الْغَرَائِزَ وَالدَّوَافِعَ، فَجَعَلَهُ يَحْتَاجُ إِلَى الطَّعَامِ وَالشَّرَابِ، وَالتَّنَاسُلِ ،وَ الْاِجْتِمَاعِ ... وغَيْرِ ذَلِكَ، فَسُبْحَانَ اللهِ الَّذِيْ خَلَقَ الْإِنْسَانَ عَلَى هَذِهِ الْكَيْفِيَّةِ، وَلَوْ كَانَ النَّاسُ كُلُّهُمْ سَوَاسِيَّةٌ، لَمَا كَانَ لِلْحَيَاةِ طَعْمٌ، وَلَا كَانَتْ لَهَا حِكْمَةٌ . مِنْ أَجْلِ أَنْ يَعْرِفَ الصَّبْرَ لَابُدَّ أَنْ يَكُوْنَ هُنَاكَ مَا يَصْبِرُ عَلَيْهِ،وَلِكَيْ يَعْرِفَ الْإِيْثَارَ وَالْإِحْسَانَ لَابُدَّ أَنْ يَّكُوْنَ هُنَاكَ مَنْ يُحْسَنَ إِلَيْهِ.
Inilah dia tungku penempaan yang ditempa di sana jiwa-jiwa manusia. Inilah namanya kehidupan. Ia adalah medan pertempuran dan perjuangan. Allah bisa saja menciptakan manusia dengan tubuh yang tak memerlukan makanan atau minuman dan tidak membutuhkan harta. Akan tetapi Allah ciptakan manusia beserta naluri naluri sehingga manusia memerlukan yang namanya makanan, minuman, berkembang biak, bersosial, dan lain sebagainya. Maha suci Allah yang telah mnciptakan manusia dengan cara ini. Andaikan seluurh manusia itu sama semua, niscaya hidup ini tidak aka nada rasanya, tidak ada hikmahnya. Agar mengetahuia siapa yang bisa sabar, bearti harus diciptakan sesuatu perkara yang harus disabari, agar mengtahui siapa orang yang bisa berbuat baik, maka perlu diadakan orang yang akan diperlakukan baik.

فَهَذِهِ الْفَضَائِلُ الْإِنْسَانِيَّةُ لَا يُمْكِنُ أَنْ تَظْهَرَ إِلَّا إِذَا كَانَ هُنَاكَ تَفَاوُت ٌوَتَفَاضٌلٌ فِي اْلحَيَاةِ. لَوْ كَانَتْ الْحَيَاةُ كُلُّهَا ضِيَاءً وَنَهَارًا، لَمَا كَانَ هَذَا اللَّيْلُ الَّذِيْ يَسْكُنُ النَّاسُ فِيْهِ، وَقَدْ جَعَلَهُ اللهُ لِبَاسًا. لَابُدَّ مِنَ النُّوْرِ وَالظَّلَمَةِ، لَابُدَّ مِنَ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ .. لَابُدَّ مِنْ ذَلِكَ كُلِّهِ.
Kelebihan-kelebihan yang sifatnya manusiawi ini tidak mungkin bisa nampak kecuali dengan adanya perbedaan (ketimpangan) dalam kehidupan. Andaikan kehidupan itu seluruhnya adlah terang dan siang, niscaya tidak aka nada malam dimana manusia akan tinggal/ istirahat dan Allah jadikan sebagai “pakaian” bagi mereka. Karena itu mestilah ada yang namanya cahaya juga kegelapan, harus ada siang juga malam. Semua itu harus seperti itu.

 فَالْخَطَأُ الثَّانِيْ الَّذِيْ أَخْطَأَهُ الْأَخُ، هُوَ تَصَوُّرُهُ حِكْمَةَ اللهِ خَطَأٌ . وَتَصَوُّرُهُ عَدْلَ اللهِ خَطَأٌ. تَصَوُّرُ الْعَدْلِ وَالْحِكْمَةِ عَلَى حَسْبِ عَقْلِهِ الْقَاصِرِ. هَلْ نَسْتَطِيْعُ نَحْنُ الْبَشَرُ أَنْ نُحَدِّدَ لِلهِ مَفْهُوْمَ الْحِكْمَةِ ؟ وَأَنْ تَكُوْنَ حِكْمَتُهُ تَعَالَى عَلَى أَهْوَائِنَا (وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ). (المؤمنون: 71). كُلُّ وَاحِدٍ، يَظُنُّ أَنَّ الْحِكْمَةَ يَنْبَغِيْ أَنْ تُوَافِقَ هَوَاهُ ... وَلَوْ حَدَثَ ذَلِكَ بِالْفِعْلِ، لَمَا تَأَتَّيَ لِلْحَيَاةِ أَنْ تَسْتَقِيْمَ.
Kesalahan kedua yang dilakukan oleh si pemuda penanya di sini, adalah persepsi tentang hikmat Allah yang salah, tentang keadilan Tuhan yang salah. Ia mendefisinikan keadilan dan kebijaksanaan menggunakan akalnya yang sempit. Apakah kita manusia, dapat mendefinisikan konsep hikmat Allah? Dan bahwa hikmat Allah itu mengikuti hawa nafsu kita manusia.  Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya”. (QS: AL Mukmin: 71). Kalau begitu niscaya masing-masing orang akan berpiikr bahwa hikmat Allah itu harus sesuai dengan kehendak hawa nafsunya semata. Kalau itu benar terjadi niscaya kehidupan ini tidak akan  berjalan lurus. Sebagai contoh…
 فَالشَّابُ، الَّذِيْ يَدْخُلُ عَلَى عَرُوْسِهِ فِيْ لَيْلَتِهِ الْأُوْلَى يَقُوْلُ:. يَا رَبِّ ! ... أِطِلْ هَذَا اللّيْلَ !!. بَيْنَمَا الْمَرِيْضُ يَسْتَغِيْثُ وَيَدْعُوْ قَائِلاً: يَا رَبِّ ! .... مَتَى يَطْلِعُ الصَّبَاحُ ؟!. فَلِمَنْ يَسْتَجِيْبُ اللهُ فِيْهِمَا ؟. إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيْسَ عَلَى هَوَى هَذَا وَلاَ عَلَى هَوَى ذَاكَ !!. إِنَّمَا لَهُ حِكْمَةٌ، قَدْ نَعْرِفُهَا وَلَا نَعْرِفُهَا. وَكَمْ لِلهِ مِنْ سِرٍّ خَفِّيٍّ يَدُقُّ خَفَاهُ عَنْ فَهْمِ الذَّكِيِّ !.
Pemuda yang baru saja menikah ketika memasuki kamar pengantinnya akan berdoa: Ya Allah panjangkanlah malam ini. Sementara itu orang yang tengah sakit berdoa berharap Ya Allah kapankan subuh datang? Siapakah yang Allah kabulkan dari keduanya. Sungguhnya Allah swt tidaklah menyeusuai keinginan atau hawa nafsu satu orang yang ini atau yang itu. beliaulah yang memiliki hikmah dari semua kejadian. Terkadang kita ketahui hikmahnya terkadang tidka kita ketahui. Berapa banyak Allah memiliki rahasia yang tersembunyi yang tak dapat dijangkau oleh seorang yang cerdas?

أَضْرِبُ مَثَلاً لِهَذَا الشَّابِ:. حَكَوْا أَنَّ رَجُلاً وَابْنَهُ كَانَا تَحْتَ نَخْلَةٍ فِيْ بُسْتَانٍ، فَأَرَادَ الْوَلَدُ أَنْ يُجَادِلَ أَبَاهُ، فَقَالَ لَهُ: يَا أَبَتِ، اُنْظُرْ هَذَا التَّفَاوُتَ الِّذِيْ نَرَاهُ، أَيْنَ الْحِكْمَةُ الَّتِيْ تَقُوْلُ لِيْ عَنْهَا ؟ وَإِنَّ اللهَ حَكِيْمٌ عَلِيْمٌ ؟؟ اُنْظُرْ إِلَى هَذِهِ النَّبْتَةِ الصَّغِيْرَةِ، نَبْتَةَ الْبِطِّيْخِ، تَثْمُرُ ثَمَرَةً كَبِيْرَةً جِدًّا، بَيْنَمَا هَذِهِ النَّخْلَةُ عَلَى طُوْلِهَا وَعَظَمِهَا، فَإِنَّ ثَمَرَتَهَا صَغِيْرَةٌ ... وَلَا نِسْبَةٌ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْبِطِّيْخَةِ ... وَكَانَ الْمَفْرُوْضُ أَوِ الْمَعْقُوْلِ أَنْ تَكُوْنَ ثَمَرَةَ النَّخْلَةِ فِيْ عَظْمِ الْبِطِّيْخَةِ، لِتَتَنَاسَبَ مَعَ حَجْمِ الشَّجَرَةِ، بَيْنَمَا تَكُوْنُ ثَمَرَةَ نَبَاتِ الْبِطِّيْخِ فِيْ حَجْمِ التَّمْرَةِ ... فَقَالَ لَهُ: يَا بُنَيَّ . لَعَلَّ لِلهِ حِكْمَةٌ لَا نَعْرِفُهَا. ثمَّ اِسْتَلْقَى الْفَتَى عَلَى ظَهْرِهِ لِيَسْتَرِيْحَ، وَاسْتَلْقَى أُبُوْهُ إِلَى جِوَارِهِ ... وَمَا إِنْ أَغْفَتْ عَيْنُ الْفَتَى قَلِيْلاً، حَتىَّ سَقَطَتْ مِنْ أَعْلَى النَّخْلَةِ تَمْرَةٌ، فَأَصَابَتْ وَجْهَهُ وَآلَمَتْهُ، وَصَاحَ مِنْ أَثَرِ ذَلِكَ ... فَقَالَ لَهُ أَبُوْهُ: مَاذَا بِكَ ؟ قَالَ: تَمْرَةٌ مِنْ فَوْقِ النَّخْلَةِ أَصَابَتْنِيْ قَالَ: يَا بُنَيَّ، اِحْمَدِ اللهَ أَنَّهَا لَمْ تَكُنْ بِطِّيْخَةً !!.
Aku akan beri bagi si pemuda tadi sebuah perumpamaan. Diceritakan bahwa ada seorang lelaki bersama anaknya tengah ebrada di bawah sebatang pohon kurma di sebuah kebun. Si anak mencoba untku berdiskusi dengan ayahnya. Ia berkata: wahai ayah. Lihatlah ketimpangan yang kita lihat ini. Apakah hikmah yang bisa kau beritahukan kepada ku tentang ini? Bahwa tentang Allah adalah seorang yang bijaksana lagi maha mengetahui?? Lihatlah pada tumbuhan kecil ini. Tumbuhan ini adalah pohon semangka. Ia berbuah dengan buah yang sangat besar. Sementara pohon kurma ini dengan panjang dan tingginya, buahnya sangat kecil, tidak bisa dibandingkan dengan buah semangka. Seharusnya kan dan masuk akal sekali bila buah pohon kurma ini adalah sebesar semangka agar sesuai dengan besar pohonnya. Semntara tumbuhan semangka ini buahnya seperti bentuk buah kurma. Ayahnya pun berkata: pasti Allah punya hikmah/ rahasia yang tidak kita ketahui. Berikut kemudian si anak dan ayah itu berbaring untuk beristirahat. Baru sebentar si anak memejamkan mata, jatuhlah dari atas poohon kurma tadi sebutir buah kurma mengenai wajah si anak hingga anak itu berteriak kesakitan. Si ayah berkata padanya: kenapa engkau wahai anakku? Si anak menjawab: sebutir kurma menjatuhiku dari atas pohon kurma ini. Si ayah pun berkata: wahai anakku. Syukurlah kepada Allah. untung saja yang jatuh bukan buah semangka.

هَذَا مَثَلٌ لِبَيَانٍ حِكْمَةُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَإِنَّ الْإِنْسَانَ قَاصِرٌ وَعَاجِزٌ دُوْنَ إِدْرَاكِ هَذِهِ الْحِكْمَةِ وَالإِحَاطَةِ بِهَا كُلِّهَا ... وَمَا عَلَيْهِ إِلَّا أَنْ يَقُوْلَ كَمَا قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ: (سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ) (البقرة: 32) أَوْ يَقُوْلُ مَا قَالَ أُوْلُو الْأَلْبَابِ الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُوْدًا، وَعَلَى جُنُوْبِهِمْ، وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ (رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلاً، سُبْحَانَكَ ! فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ). (آل عمران: 191).
Inilah perumpamaan untuk menjelaskan hikmah Allah swt. bahwa sesungguhnya manusia itu lemah dalam mengetahui segala hikma yang dimiliki Allah. cukuplah manusia itu mengucapkan apa yang telah diucapkan oleh para malaikat dahulu: "Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS Al Baqoroh: 32). Atau bisa pula cukup bagi manusia mengatakan apa yang dikatakan oleh orang orang cerdas yang senantiasa ingat kepada Allah baik dalam keadaan berdiri, duduk atau berbaring dan mereka bertafakkur memikirkan penciptaan langit dan bumi. "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS Ali Imran :  191)


 عَلَى هَذَا الشَّابِ الَّذِيْ رَاوَدَهُ الشَّكُّ، وَفَعَلَ مَا فَعَلَ يَوْمًا مَا، أَنْ يَسْتَغْفِرَ اللهَ، وَيَتُوْبَ إِلَيْهِ، وَيُجَدِّدَ إِيْمَانَهُ وَثِقَتِهِ بِاللهِ، وَيَعُوْدَ إِلىَ الصَّلاَةِ، وَيَتَّصِلَ بِأَهْلِ الْعِلْمِ وَالدِّيْنِ لَعَلَّ اللهُ يَتَقَبَّلَهُ، وَيَجْعَلُهُ مِنَ الشَّبَابِ الصَّالِحِيْنَ ... وَاللهُ وَليُّ التَّوْفِيْقِ.
وَاللهُ أَعْلَمُ
Wajiblah atas sang pemuda yang telah diliputi kebimbangan ini dan telah memperbuat apa yang telah ia perbuat suatu masa yang lalu, agar ia mau beristigfar meminta ampun kepada Allah, serta bertaubat kepada Nya, juga agar ia pula memperbarui imannya dan keyakinannya kepada Allah swt. hendaklah ia kembali mengejakan solat, dan berhubungan dengan orang yang memliki pengetahuan dan agama semoga Allah menerima hal itu, dan semoga Allah jadikan pemuda tadi termasuk dari orang-orang yang soleh.
Wallahu a’lam bis showab

No comments:

Post a Comment